spot_img
spot_img

Peran 2 Pendiri NU di Balik Peristiwa 10 November 1945

Jakarta, Aswajatv.id – Setiap tahun kita memperingati Hari Pahlawan pada tanggal 10 November sebagai momentum untuk memelihara ingatan kolektif bangsa terhadap jasa dan pengorbanan yang dilakukan para pahlawan. Harapannya masyarakat dapat mengambil suri tauladan dan mengimplementasikan semangat dan nilai-nilai luhur pahlawan dalam kehidupan sehari-hari.

Khidmat adalah kata kunci atas sebuah peringatan. Terlebih pada tahun 2024 ini Peringatan Hari Pahlawan bertema “Teladani Pahlawanmu, Cintai Negerimu”. Tema ini mencerminkan semangat kebangsaan yang kuat, panggilan untuk Bersatu, menjaga identitas nasional dan memperkuat cinta tanah air. Frasa ini juga menjadi inspirasi keteladanan untuk beraksi yang mengajak setiap individu untuk menjadi pahlawan di lingkungannya masing-masing, dengan cara berkontribusi secara positif dan aktif dalam kehidupan masyarakat.

Siapa saja para tokoh yang memiliki andil besar dalam sejarah Hari Pahlawan 10 November 1945? Inilah sekilas kisahnya :

  1. KH Hasyim Asy’ari

Fatwa Resolusi Jihad Fi Sabilillah yang dimaklumatkan KH Hasyim Asy’ari menjadi salah satu penyemangat masyarakat Surabaya agar tidak gentar melawan penjajah, berani mati demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Karena menurut Mbah Hasyim Asy’ari berperang melawan penjajahan hukumnya fardhu ‘ain.

Fatwa yang dikeluarkan pada 22 Oktober 1945 di kantor PB Ansor Nahdlatul Oelama (ANO) di Jalan Bubutan VI/2, Surabaya itu menggerakkan masyarakat dan para santri untuk maju dan bersatu melawan penjajahan. Atas jasa Mbah Hasyim Asy’ari, Pendiri Nahdlatul Ulama ini mendapat gelar Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 294 tahun 1964.

Fatwa itu bagai ajimat kekuatan untuk menghadapi kedatanagn pasukan sekutu Tentara Inggris dan Belanda (NICA) ke kota Surabaya pada 25 Oktober 1945. Dua hari kemudian tepatnya 27 Oktober 1945, NICA yang dipimpin Brigadir Jenderal Aulbertin Walter Sother Mallaby memasuki wilayah Surabaya dan langsung mendirikan pos pertahanan. Pasukan sekutu yang didominasi tentara Inggris menyerbu penjara dan mereka pun memerintahkan masyarakat Indonesia untuk menyerahkan senjata. Dengan gagah berani masyarakat Indonesia kala mengatakan tidak dan menolak tunduk pada perintah tentara sekutu.

  1. KH Wahab Chasbullah

Pengesahan Resolusi Jihad tak lepas dari peran KH Wahab Chasbullah yang saat ini menjabat selaku Ketua Umum PBNU untuk menunaikan amanat Rais Akbar NU KH Hasyim Asy’ari yang menyampaikan amanat pokok-pokok kaidah, tentang kewajiban umat Islam dalam jihad mempertahankan Tanah Air.

Isi Resolusi Jihad yakni :

‘Berperang menolak dan melawan pendjadjah itoe fardloe ‘ain (jang haroes dikerdjakan oleh tiap-tiap orang Islam, laki-laki, perempoean, anak-anak, bersendjata ataoe tidak) bagi jang berada dalam djarak lingkaran 94 km dari tempat masoek dan kedoedoekan moesoeh. Bagi orang-orang jang berada di loear djarak lingkaran tadi, kewadjiban itu djadi fardloe kifajah (jang tjoekoep, kalaoe dikerdjakan sebagian sadja)’.

Mbah KH Abdul Wahab Hasbullah adalah seorang pelopor kebebasan berpikir untuk kalangan umat Islam di Indonesia. Ia menjadi ulama yang menekankan betapa pentingnya sebuah kebebasan dalam keberagaman, terutama kebebasan berpikir dan berpendapat. Beliaupun merupakan ulama NU yang memperjuangkan literasi melalui sebuah surat kabar bernama “Soeara Nahdlatul Oelama” atau “Soeara NO” dan “Berita Nahdlatul Ulama”.

  1. Bung Tomo

Sutomo atau akrab dipanggil Bung Tomo pernah bekerja sebagai pegawai pemerintah, pegawai kecil di perusahaan ekspor impor Belanda, polisi di kota Praja, hingga distributor untuk perusahaan menjahit. Selain itu, ia juga pernah menjadi jurnalis dan bergabung dengan sejumlah kelompok politik dan sosial. Bung Tomo memiliki peran besar dalam membangkitkan semangat perlawanan rakyat Surabaya yang kerap disampaikannya melalui siaran Radio Pemberontakan milik Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI).

Pada 28 Oktober 1945, pasukan Indonesia yang dipimpin Bung Tomo melancarkan serangan ke pos-pos pertahanan Sekutu, dan berhasil merebut sejumlah bagian titik penting Surabaya.

Meskipun gencatan senjata telah disepakati pada 29 Oktober, bentrokan bersenjata tetap terjadi antara warga Surabaya dan pasukan Inggris. Puncak pertempuran ini ditandai dengan tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby pada 30 Oktober 1945, yang memicu kemarahan pihak Inggris.

Pada pagi 10 November, tentara Inggris melancarkan serangan besar. Pasukan dan milisi Indonesia memberikan perlawanan sengit, sehingga Inggris merespons dengan mengeluarkan ultimatum. Ultimatum tersebut disampaikan oleh Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh, yang menggantikan posisi Mallaby.

Jenderal Eric Carden menuntut Indonesia untuk menyerahkan persenjataan dan menghentikan perlawanan terhadap pasukan Inggris. Jika tuntutan tersebut tidak dipatuhi, tentara AFNEI dan administrasi NICA mengancam akan menggempur Kota Surabaya dari darat, laut, dan udara.

Ultimatum tersebut tidak digubris oleh para pemimpin perjuangan, arek-arek Surabaya, dan seluruh rakyat, sehingga Inggris melancarkan serangan besar-besaran ke Kota Surabaya dari berbagai arah. Mereka menggunakan kekuatan darat, laut, dan udara, yang memicu pecahnya pertempuran terbesar di Surabaya pada 10 November 1945.

Sepeninggal mereka, apa yang harus kita lakukan saat ini ? Tentu meneruskan perjuanga mereka menjaga pertahanan keamanan bangsa, mengambil peran aktif untuk berkontribusi dalam kemajuan di berbagai bidang baik itu pendidikan, ekonomi, sosial dan lingkungan. Tidak perlu menunggu menjadi besar untuk berkontribusi besar. Mulailah bangkit dan mampu melawan nafsu angkara dimulai dari tindakan kecil yang konsisten. Mari kita tundukkan kepala, mengheningkan cipta dan haturkan Al Fatihah terbaik pada para pahlawan kita.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular